BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang majemuk
dan memiliki berbagai macam adat dan budaya yang tersebar di seluruh nusantara.
Yang masing masing tercermin dari tingkah pola masyarakat sebagai mana
diketahui adat di indonesia itu sangat beraneka ragam, baik dari segi cakupan
kebudayaan sampai di bidang hukum adat yang hidup di lingkungan masyarakat dari
yang terkecil hingga ke suatu wilayah mempunyai hukum adat yang berbeda antar
wilayah yang satu dengan yang lain. oleh karena itu terbentuk makalah yang
berjudul Suku Ambon kami susun
dengan tujuan untuk sebagai tugas PEKKAM 2016. yang kami susun secara bersama
dalam makalah ini kami berupaya menjelaskan semaksimal mungkin tentang Suku
Ambon yang berada di daerah ambon, tapi kami menyadari makalah ini tidak lah
sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan di berbagai bidang oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran.
1.2
Tujuan
-
Untuk mengetahui tentang tarian adat
suku ambon
-
Untuk mengetahui rumah adat suku ambon
-
Untuk mengetahui baju adat suku ambon
-
Untuk mengetahui tradisi yang ada di
ambon
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tari Lenso
Tari Lenso merupakan salah satu tarian
tradisional yang cukup terkenal di Maluku dan sering ditampilkan di berbagai
acara yang bersifat adat, hiburan, maupun pertunjukan seni budaya. Pengertian
dari Tari Lenso sendiri adalah suatu tarian tradisional dari Maluku yang
dibawakan oleh para penari wanita dengan menggunakan sapu tangan atau selendang
sebagai ciri khas dan atribut menarinya.
Menurut
sejarah, Tari Lenso sudah ada sejak bangsa Portugis
datang ke Maluku.Kata “Lenso” sendiri
berasal dari bahasa setempat yang berarti “sapu
tangan”. Karena dalam Tari Lenso para penari menari dengan menggunakan sapu
tangan sebagai perlengkapan menarinya.
Jumlah penari lenso biasanya terdiri dari 6-9 orang penari.
Dalam pertunjukan Tari Lenso, para penari biasanya menggunakan busana adat khas
Maluku. Pada bagian atas biasanya menggunakan baju sejenis kebaya berwarna
putih. Sedangkan di bagian bawah biasanya menggunakan kain panjang khas Maluku.
Pada bagian rambut biasanya digelung atau disanggul kemudian diberi hiasan
bunga sebagai pemanis. Kemudian penari juga membawa sapu tangan di tangan
mereka. Seperti gambar di bawah ini :
Gerakan dalam tari lenso biasanya
lebih didominasi oleh gerakan tangan yang melambai ke depan dan gerakan kaki
melangkah. Dalam Tari Lenso terdapat 3 gerakan utama, yaitu gerak maju, gerak
jumput dan gerak mundur. Tari Lenso diiringi oleh alunan musik tradisional
seperti Totobuang dan Tifa.
Irama yang dimainkan biasanya merupakan irama bertempo sedang dan menggambarkan
keceriaan.
Adapun
fungsi Tari Lenso biasanya digunakan sebagai tarian penyambutan. Tarian ini
dapat dimaknai sebagai ungkapan selamat datang dan rasa gembira masyarakat
dalam menyambut tamu tersebut. Hal ini bisa dilihat dari ekspresi dan gerakan
tarinya yang lemah lembut, menggambarkan kesantunan, rasa hormat, dan
penerimaan dengan tulus kasih.
Dalam
perkembangannya, Tari Lenso masih dilestarikan dan dikembangkan hingga
sekarang. Tari Lenso juga sering dipertunjukan di berbagai acara adat seperti
pernikahan, penyambutan, pesta rakyat, dan acara adat lainnya. Selain itu Tari
Lenso juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan
seni, festival budaya, dan promosi pariwisata.
2.2
Rumah Adat Baileo
Rumah adat Maluku
disebut rumah adat Baileo atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
artinya “balai”. Pengambilan nama balai atau Baileo
ini disesuaikan karena rumah adat Baileo dibangun dan digunakan oleh penduduk
setempat sebagai tempat pertemuan dan bermusyawarah dengan dewan adat penduduk
dan bukan sebagai hunian. Selain itu, rumah adat Baileo ini juga digunakan
untuk menggelar acara adat dan sebagai tempat penyimpanan benda antik dan
keramat seperti benda pusaka dan senjata peninggalan leluhur.
Rumah adat
Baileo berbentuk rumah panggung yang besar. Rumah adat Baileo ini dibangun
seperti rumah panggung, karena masyarakat Maluku percaya bahwa roh – roh
leluhur memiliki posisi yang lebih tinggi dari manusia. Secara prinsip, Rumah
adat Baileo dibuat lebih tinggi agar penduduk dapat melihat proses musyawarah
dilakukan.
Rumah adat
Baileo memiliki ketinggian 1 sampai 2 meter. Dan atapnya terbuat dari rumbia.
Rumah adat Baileo ini juga tidak memiliki sekat luar atau dinding dan jendela.
Bangunan ini banyak menggunakan kayu – kayu yang dipenuhi ukiran unik serta
dihiasi berbagai macam ornamen khas Maluku. Pembuatan ukiran dan ornamen ini
juga berlandaskan pada kepercayaan dan juga sebagai simbol. Ukiran yang
terdapat pada ambang pintu berbentuk dua ekor ayam yang saling berhadapan dan
dihimpit oleh dua ekor anjing di sebelah kiri dan kanan. Ukiran ini
menggambarkan kedamaian dan kemakmuran. Menurut kepercayaan, hal itu disebabkan
adanya roh leluhur yang menjaga penduduk Maluku. Sedangkan di atap rumah adat
Baileo terdapat ukiran berupa gambar bulan, bintang, dan matahari yang berwarna
merah, kuning dan hitam. Ukiran tersebut mencerminkan kesiapan rumah adat
Baileo sebagai balai untuk melestarikan dan menjaga persatuan serta keutuhan
adat dan hukum adat. Selain itu, terdapat pula ukiran yang melambangkan setiap
klan atau marga dari penduduk tersebut.
Selain
ukiran, jumlah pilar – pilar penyangga bangunan yang terdapat pada rumah adat
Baileo menunjukkan jumlah klan yang terdapat di desa tersebut. Di bagian depan
dan belakang rumah adat terdapat 9 pilar penyangga rumah, sedangkan di bagian
kanan dan kiri rumah adat terdapat 5 pilar penyangga yang dikenal sebagai
lambang Siwa Lima. Siwa Lima yang memiliki pengertian saling memiliki merupakan
simbol persekutuan desa-desa di Maluku dari kelompok Siwa dan Kelompok Lima.
Rumah adat Maluku ini
bukan hanya sekedar balai pertemuan biasa, pembangunannya berlandaskan prinsip,
simbol, dan kepercayaan penduduk pada masa tersebut.
Sedangkan
secara fungsinya, kondisi rumah adat Baileo yang tidak memiliki sekat luar
memudahkan binatang liar untuk memasuki dan merusak bagian dalam rumah adat
sehingga dengan dibuat lebih tinggi dapat meminimalisir masuknya binatang.
Rumah adat Baileo tidak memiliki
sekat luar dan jendela karena menurut kepercayaan masyarakat sekitar, jika ada
sekat luar atau dinding dan jendela dapat menutup jalan masuk dan keluar bagi
roh leluhur pada saat berlangsungnya proses musyawarah.
Rumah adat Baileo mempunyai simbol
yang menjadi salah satu ciri khasnya yaitu adanya Batu Pamali dan Bilik Pamali
tepat di bagian depan pintu utama rumah adat Baileo. Secara fungsional, Batu
pamali diletakkan sebagai petunjuk bagi penduduk bahwa rumah tersebut adalah
balai adat. Selain itu juga, Batu Pamali digunakan sebagai wadah untuk menaruh
sesaji dan persembahan pada roh leluhur. Sedangkan, Bilik Pamali digunakan
sebagai tempat menaruh dan menyimpan benda–benda keramat penduduk setempat
terutama yang digunakan pada upacara adat.
2.3
Baju Cele
Pakaian adat Maluku yang dikenal dengan
nama Baju Cele atau Kain Salele adalah pakaian adat dengan
nilai estetis dan filosofis tinggi. Baju Cele berwarna merah terang dengan
motif garis – garis emas atau perak yang geometris. Untuk wanita, baju Cele
umumnya dipadukan dengan kain sarung tenun atau kebaya dengan warna yang sama.
Sementara bagi pria baju Cele dibentuk menyerupai jas dan dikenakan bersama
kemeja sebagai dalaman dan celana panjang berwarna hitam atau putih sebagai
bawahannya. Adapun untuk alas kaki,baik pria maupun wanita umumnya memakai
sepatu vantovel warna hitam. Khusus untuk penggunaan baju Cele pada wanita,
beberapa aksesoris biasanya akan diterapkan sebagai penghias dan penambah
kecantikan. Beberapa aksesoris pakaian adat Maluku antara lain :
1.
Konde
Dalam bahasa Maluku konde ini
dikenal dengan nama “Haspel”. Konde
yang digunakan wanita sebagai pelengkap pakaian adat Maluku sebetulnya tidak
berbeda dengan konde pada umumnya. Hanya saja, warna yang khusus digunakan
adalah konde berwarna emas atau perak.
2.
Kak
Kuping
Konde umumnya dipadukan dengan 4
buah kak kuping yang bentuknya seperti kembang. Sisir konde. Sisir konde
diletakan di tengah konde berfungsi untuk menjaga konde agar tetap rapi.
3. Bunga Ron
Aksesoris dari bahan gabus atau
papeceda ini dilingkar pada konde.
4. Kain
Lenso
Kain lenso adalah kain sapu tangan
yang diletakkan dan direkatkan di pundak menggunakan temiti. Disebutkan bahwa
penggunaan kain lenso pada pakaian adat Maluku terjadi akibat pengaruh budaya
dari Belanda.
Biasanya
masyarakat adat Maluku hanya menggunakan pakaian adatnya pada saat upacara –
upacara adat. Seperti Upacara Panas Pela, Upacara Cuci Negeri, atau Pelatikan
Raja. Akan tetapi, pada saat ini baju cele juga telah sering digunakan sebagai
pakain resmi dalam upacara pernikahan atau saat beribadah ke gereja.
2.4
Tradisi Suku Ambon
Sebagian
besar penduduk Indonesia masih percaya dan menjunjung tinggi tradisi nenek
moyang yang bernuansa mitologi legendaris dan sekaligus magis. Hamper seluruh
suku dan daerah di Indonesia bahkan memiliki tradisi magis masing – masing
dengan cerita dan mitos dibaliknya. Setiap tradisi memiliki fungsi dan
manfaatnya dimana salah satunya menguatkan ikatan masyarakat. Di Ambon
misalnya, Suku Ambon memiliki banyak tradisi unik yang diselingi sifat religi. Antara
lain :
1.
Ritual
Pukul Menyapu.
Ritual
ini merupakan pertunjukan yang dilakukan setiap 7 Syawal pada kalender Hijriah
di Desa Mamala dan Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Ritual
ini dilakukan oleh pemuda – pemuda yang memiliki fisik kuat, biasanya peserta
berasal dari kedua desa tersebut. Bukan berarti pemuda dari desa lain tidak
diperbolehkan mengikuti ritual ini. Bahkan, walaupun Ritual ini adalah tradisi
umat islam di Maluku, umat beragama lain juga terutama yang masih memiliki
ikatan kekerabatan juga bisa ikut terlibat.
Upacara
ini diawali dengan berbagai kegiatan, seperti hadrat (rebana), karnaval budaya,
pameran dan festival, balap perahu, penampilan band lokal,hingga penampilan
artis ibukota keturunan Maluku. Setelah menyaksikan berbagai pertunjukan
kesenian, para peserta dikumpulkan di suatu tempat untuk mendapatkan do’a dari
para tetua adat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar prosesi upacara berjalan
dengan lancer dan seluruh peserta diberi keselamatan oleh Allah SWT.
Di
Desa Mamala, upacara Pukul Sapu diawali dengan mencambukkan lidi enau ke tubuh
peserta upacara oleh pejabat daerah setempat. Sedangkan di Desa Morela,
pembukaan upacara ditandai dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy oleh
pejabat atau pemuka masyarakat setempat.
Dalam
upacara ini, setiap peserta akan mencambuk peserta lain yang ada di hadapannya
secara bergantian dengan menggunakan lidi dari pohon enau yang memiliki
diameter 1,52 meter. Setelah ritual selesai, penonton akan mengambil lidi –
lidi enau tersebut. Para penduduk percaya bahwa barang tersebut membawa
keberuntungan bagi yang membawanya.
2.
Ritual
Cuci Parigi
Ritual
ini hanya digelar satu kali dalam lima tahun (terkadang sesuai kepentingan
adat). Ritual ini biasanya dilaksanakan antara bulan Agustus sampai November
dengan rangkaian ritual utamanya adalah membersihkan dua sumur kembar berusia
ratusan tahun yang berlokasi di Desa Lonthoir, Banda Neira, Maluku. Desa
Lonthoir sendiri merupakan desa tertua di Kepulauan Banda. Sumur kembar ini
terletak di atas bukit kira – kira 300 meter di atas permukaan laut dan
memiliki kedalaman sekitar 4 meter. Selain itu, sumur tersebut tidak kering
saat musim kemarau.
Dua
sumur yang berdamingan ini salah satunya dikeramatkan dan yang lainnya
berfungsi layaknya sumur biasa. Sumur yang dianggap keramat karena dahulu
menjadi saksi pembantaian warga Kepulauan Banda oleh penjajah Belanda. Bagi
masyarakat asli Kepulauan Banda, Cuci Parigi merupakan trasisi penting dan
besar sehingga banyak dari mereka memilih pulang dari perantauan hanya untuk
mengikuti rangkaian tradisi tersebut.
Cuci
Parigi yang juga dikenal sebagai Rofaewar merupakan tradisi bernuansa magis
namun memiliki nilai budaya yang patut dilestarikan.
Ritualnya
dimulai dengan mengajak seluruh pengunjung yang datang untuk menuju Sumur
Kembar. Kemudian mereka akan memotong sebuah kain yang diberi nama Kain Gajah
dengan panjan 100 meter dan lebar 1 meter. Berikutnya, mereka akan memasukkan kain
tersebut kedalam sumur dengan tujuan untuk mengeringkan sumur. Memang terdengar
aneh dan tidak mungkin. Namun iniah letak keajaiban dan kemagisan ritual Cuci
Parigi dan hanya pemuka agama yang mengetahui bagaimana Kain Gajah sakti
tersebut bisa mengeringkan air sumur. Setelah sumur dianggap sudah kering dan
mata air sumur itu sudah tdak mengalir lagi, Kain Gajah akan ditarik keluar
diiringi lagu – lagu daerah khas Banda. Kemudian, setelah ditarik maka kain
tersebut akan dipotong oleh para gadis desa yang kemudian diarak menuju pantai.
PENUTUP
Demikian yang
dapat kami sampaikan mengenai Makalah Suku Ambon, tentunya banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan makalah ini karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya referensi yang kami peroleh. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas dan dimengerti.
Sehubungan dengan makalah ini penulis banyak berharap kepada para pembaca untuk
kiranya memberi kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya
para pembaca Aamiin.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
http://amboangka.mywapblog.com/contoh
-kata-penutup-makalah-yang-baik-dan-benar.html