ETIKA
PANCASILA
Makalah
Ini Disusun
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENDIDIKAN PANCASILA
Dosen
Pengampu
Nur
Hidayat, S.Pd., M.Pd.
Disusun
Oleh :
Andika Aryanti (1686206064)
Alif Amilatul Anifah (1686206035)
Cahyani Rahmatika (1686206051)
Dewi Kartika (1686206044)
Diah Ayu Astiti R (1686206039)
Henni Marlina A (1686206066)
Wardatul Anifah (1686206041)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BINA INSAN MANDIRI
SURABAYA
2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA PANCASILA” tepat pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Pendidikan Pancasila.
Makalah disusun
berdasarkan hasil diskusi yang diharapkan berguna untuk ntuk menambah
pengetahuan tentang Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.
Segala petunjuk,
arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima dalam menyusun
makalah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya
Makalah ini.
Demikian harapan kami semoga hasil diskusi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu
pengetahuan yang baru pula.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan
kedudukan, antara lain sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara,
jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Oleh karena
itu, pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas
tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas
nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.sebagai suatu nilai yang
terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal, dapat
ditemukan dimanapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang
utuh, nilai-nilai tersebut memberikan ciri khususpada keindonesiaan karena
merupakan komponen utuh yang terkristalisasi pancasila.
Meskipun para perumus Pancasila mendapat pendidikan
dari barat, namun perumusan pancasila digali dan bersumber dari agama, adat dan
kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, pancasila pada awalnya
merupakan consensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya Negara
Indonesia, berkembang menjadi consensus moral yang digunakan sebagai sistem
etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan
berbangsa dan bernegara.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu etika?
2. Apa
saja aliran-aliran dalam etika?
3. Apa
itu etika pancasila?
4. Apa
itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam studi kasus
korupsi?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu etika.
2. Untuk
mengetahui aliran-aliran yang terdapat dalam etika.
3. Untuk
mengetahui tentang etika pancasila.
4. Untuk
mengetahui apa itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam
studi kasus korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari
bahasa Yunani, ethos, dalam bentuk tunggal artinya padang
rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-lain, dan dalam bentuk jamak artinya
kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang kebiasaan. Istilah ini identik dengan moral yang
berasal dari bahasa Latin, mos yang
jamaknya mores, yang juga berarti
adat atau cara hidup. Dalam
bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti susila. Moral ialah ide-ide
yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Etika
lebih bersifat teori, sedangkan moral menyatakan ukuran. Meskipun
kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua
kata ini digunakan secara berbeda.
Moral atau moralitas digunakan untuk pembuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada
(Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang
merupakan kata jamak khuluk yang
berarti perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20). Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam
buku etika islam, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana
yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui
oleh akal pikiran. Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
B.
Aliran-aliran Dalam Etika
Dalam kajian etika dikenal ada tiga teori/aliran
besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut
pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan diakatakan baik
atau buruk.
1. Etika
Deontologi
Etika
deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah
ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kan menolak akibat
suatu tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan
konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).
Kewajiban moral sebagai manifestasi hukum moraladalah sesuatu yang sudah
tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal.
Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi,
misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat yang harus dilakukan oleh setiap
orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih,
namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalah
tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa
kebijakan/tindakan harus didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam
diri, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan
(Kuswanjono, 2008: 7). Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban,
kemauan baik, kerja keras, dan otonomi bebas.
2. Etika
Teleologi
Pandangan
etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk
suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.
Jawaban yang diberikan oleh etika teologi bersifat situasional yaitu memilih
mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma
yang lain. Etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etnis
dan utilitarianisme.
a. Egoisme
etnis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik
untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan
untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara
dan dirugikan.
b. Utilitarianisme
menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana akibatnya
terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan
yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi banyak orang. Etika utilitarianisme
lebih bersifat realistis,terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan
berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang.
Ada enam kelemahan
utilitarisme, yaitu:
1. Karena
alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan
adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
2. Dalam
kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang
kuantitas- materialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material
seperti kasih sayang, nama baik, hak dan lain-lain.
3. Karena
kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait dengan
masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal
seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misal atas nama
memasukkan investor asing aset-aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas
nama meningkatkan devisa negara pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang
menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama untuk menyejahterakan
masyarakat.
4. Kemanfaatan
yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek,
tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misal dalam persoalan lingkungan,
kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang
akan datang.
5. Karena
etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih pada
orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
6. Etika
utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan
kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan
yang lebih banyak dirasakan banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.
Menyadari
kelemahan itu, etika utilitarianisme membedakannya dalam dua tingkatan, yaitu
utilitarianisme
aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka pertama, setiap kebijakan dan
tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan norma atau tidak.
Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak meskipun
memiliki kemanfaatan yang besar. Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya
yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti kerusakan mental,
moralitas, kerusakan lingkungan dsb. Ketiga, terhadap masyarakat yang dirugikan
perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadai untuk memperkecil
kerugian material dan non-material.
3. Etika
Keutamaan
Etika
ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang didalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi didalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
benturan sosial.
Kelemahan
etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada
figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri,
sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter bermoral itu
seperti apa.
C.
Etika
Pancasila
Etika
Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada
nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila
tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan
mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun
merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan,
maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila
juga bersifat universal yaitu dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat.
Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok-
pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat,
yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang
adildan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP
MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum.
Hakikat
Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta
kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai
Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara
yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan
martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara. Pancasila
merupakan hasil kompromi nasional
dan pernyataan resmi
bahwa bangsa Indonesia menempatkan
kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara
penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan
unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Nilai-nilai Pancasila bersifat
universal yang memperlihatkan napas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan
mudah diterima oleh siapa saja.
Di dalam
Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.
Sila
Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara
melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia)
untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan
dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak
memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin
berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam
beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-masing.
2.
Sila
Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga
Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia
berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan
hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
3.
Sila
Ketiga: Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami
seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah
membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk
Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan
tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi
bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4.
Sila
Keempat: Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan
keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan
hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan
menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan
musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu
diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
5.
Sila
Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud
bahwa setiap penduduk Indonesia berhak
mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap
lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan
menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat.
Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut
potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk
perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai
secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga
kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan. Apabila nilai-nilai yang terkandung
dalam butir-butir Pancasila di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari maka
tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita yang namanya ketidak adilan,
terorisme, koruptor, serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin
semua norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga
tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi
jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
D.
Pancasila
Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara Dalam Studi Kasus Korupsi
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan
sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu
dapat dipengaruhi moralitas sosial, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang
moralitas individunya baik ketika hidup dilingkungan masyarakat yang bermoral
buruk bisa saja dapat terpengaruh. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi
pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang-orang yang
bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan
tidak adil. Seorang yang moral individunya lemah akan terpengaruh untuk
menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki
moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi
lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Nilai-nilai pancasila apabila betul-betul dipahami,
dihayati, dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu
sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari
jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat
dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi
karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan
spiritual yang lebih agung, mendalam, dan jangka panjang. Keinginan mendapatkan
kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikan nilai-nilai agama
dikesampingkan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna
tentu tidak akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan
menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai
ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan,
dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang
tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan
kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai
Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan dijadikan landasan moril dalam seluruh kehidupan berbangsa dan
bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai pancasila tersebut paling efektif
adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi
landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non-formal
di masyarakat. Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan
daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media harus memiliki visi dan
misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap
berkepribadian Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Dalam
kajian etika, dikena adal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi
dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam
menilai apakah suatu perbuatan diakatakan baik atau buruk.
Etika
Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan
dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai
Pancasila tersebut.
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh
karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila merupakan
suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Pancasila memberikan
dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B.
Saran
1.
Etika
yang terdapat dalam Pancasila harus senantiasa di terapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan
adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
2.
Nilai-nilai
Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen
Dikti Kemendikbud RI. Materi ajar mata
kuliah pancasila. 2013
Kaelan MS. 2002. Pendidikan
pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta : Paradigma.
Winarno. 2007. Paradigma
Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Edisi Kedua. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar