03 Mei 2017

Makalah suku Ambon



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang majemuk dan memiliki berbagai macam adat dan budaya yang tersebar di seluruh nusantara. Yang masing masing tercermin dari tingkah pola masyarakat sebagai mana diketahui adat di indonesia itu sangat beraneka ragam, baik dari segi cakupan kebudayaan sampai di bidang hukum adat yang hidup di lingkungan masyarakat dari yang terkecil hingga ke suatu wilayah mempunyai hukum adat yang berbeda antar wilayah yang satu dengan yang lain. oleh karena itu terbentuk makalah yang berjudul Suku Ambon kami susun dengan tujuan untuk sebagai tugas PEKKAM 2016. yang kami susun secara bersama dalam makalah ini kami berupaya menjelaskan semaksimal mungkin tentang Suku Ambon yang berada di daerah ambon, tapi kami menyadari makalah ini tidak lah sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan di berbagai bidang oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran.

1.2  Tujuan

-          Untuk mengetahui tentang tarian adat suku ambon
-          Untuk mengetahui rumah adat suku ambon
-          Untuk mengetahui baju adat suku ambon
-          Untuk mengetahui tradisi yang ada di ambon





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tari Lenso
Tari Lenso merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Maluku dan sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat, hiburan, maupun pertunjukan seni budaya. Pengertian dari Tari Lenso sendiri adalah suatu tarian tradisional dari Maluku yang dibawakan oleh para penari wanita dengan menggunakan sapu tangan atau selendang sebagai ciri khas dan atribut menarinya.
Menurut sejarah, Tari Lenso sudah ada sejak bangsa Portugis datang ke Maluku.Kata “Lenso” sendiri berasal dari bahasa setempat yang berarti “sapu tangan”. Karena dalam Tari Lenso para penari menari dengan menggunakan sapu tangan sebagai perlengkapan menarinya. 
Jumlah penari lenso biasanya terdiri dari 6-9 orang penari. Dalam pertunjukan Tari Lenso, para penari biasanya menggunakan busana adat khas Maluku. Pada bagian atas biasanya menggunakan baju sejenis kebaya berwarna putih. Sedangkan di bagian bawah biasanya menggunakan kain panjang khas Maluku. Pada bagian rambut biasanya digelung atau disanggul kemudian diberi hiasan bunga sebagai pemanis. Kemudian penari juga membawa sapu tangan di tangan mereka. Seperti gambar di bawah ini :
 









Gerakan dalam tari lenso biasanya lebih didominasi oleh gerakan tangan yang melambai ke depan dan gerakan kaki melangkah. Dalam Tari Lenso terdapat 3 gerakan utama, yaitu gerak maju, gerak jumput dan gerak mundur. Tari Lenso diiringi oleh alunan musik tradisional seperti Totobuang dan  Tifa. Irama yang dimainkan biasanya merupakan irama bertempo sedang dan menggambarkan keceriaan.
            Adapun fungsi Tari Lenso biasanya digunakan sebagai tarian penyambutan. Tarian ini dapat dimaknai sebagai ungkapan selamat datang dan rasa gembira masyarakat dalam menyambut tamu tersebut. Hal ini bisa dilihat dari ekspresi dan gerakan tarinya yang lemah lembut, menggambarkan kesantunan, rasa hormat, dan penerimaan dengan tulus kasih.
       Dalam perkembangannya, Tari Lenso masih dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Tari Lenso juga sering dipertunjukan di berbagai acara adat seperti pernikahan, penyambutan, pesta rakyat, dan acara adat lainnya. Selain itu Tari Lenso juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, dan promosi pariwisata.

             
2.2 Rumah Adat Baileo
      Rumah adat Maluku disebut rumah adat Baileo atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya “balai”. Pengambilan nama balai atau Baileo ini disesuaikan karena rumah adat Baileo dibangun dan digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat pertemuan dan bermusyawarah dengan dewan adat penduduk dan bukan sebagai hunian. Selain itu, rumah adat Baileo ini juga digunakan untuk menggelar acara adat dan sebagai tempat penyimpanan benda antik dan keramat seperti benda pusaka dan senjata peninggalan leluhur.
Rumah adat Baileo berbentuk rumah panggung yang besar. Rumah adat Baileo ini dibangun seperti rumah panggung, karena masyarakat Maluku percaya bahwa roh – roh leluhur memiliki posisi yang lebih tinggi dari manusia. Secara prinsip, Rumah adat Baileo dibuat lebih tinggi agar penduduk dapat melihat proses musyawarah dilakukan.
Rumah adat Baileo memiliki ketinggian 1 sampai 2 meter. Dan atapnya terbuat dari rumbia. Rumah adat Baileo ini juga tidak memiliki sekat luar atau dinding dan jendela. Bangunan ini banyak menggunakan kayu – kayu yang dipenuhi ukiran unik serta dihiasi berbagai macam ornamen khas Maluku. Pembuatan ukiran dan ornamen ini juga berlandaskan pada kepercayaan dan juga sebagai simbol. Ukiran yang terdapat pada ambang pintu berbentuk dua ekor ayam yang saling berhadapan dan dihimpit oleh dua ekor anjing di sebelah kiri dan kanan. Ukiran ini menggambarkan kedamaian dan kemakmuran. Menurut kepercayaan, hal itu disebabkan adanya roh leluhur yang menjaga penduduk Maluku. Sedangkan di atap rumah adat Baileo terdapat ukiran berupa gambar bulan, bintang, dan matahari yang berwarna merah, kuning dan hitam. Ukiran tersebut mencerminkan kesiapan rumah adat Baileo sebagai balai untuk melestarikan dan menjaga persatuan serta keutuhan adat dan hukum adat. Selain itu, terdapat pula ukiran yang melambangkan setiap klan atau marga dari penduduk tersebut.
Selain ukiran, jumlah pilar – pilar penyangga bangunan yang terdapat pada rumah adat Baileo menunjukkan jumlah klan yang terdapat di desa tersebut. Di bagian depan dan belakang rumah adat terdapat 9 pilar penyangga rumah, sedangkan di bagian kanan dan kiri rumah adat terdapat 5 pilar penyangga yang dikenal sebagai lambang Siwa Lima. Siwa Lima yang memiliki pengertian saling memiliki merupakan simbol persekutuan desa-desa di Maluku dari kelompok Siwa dan Kelompok Lima.
 Rumah adat Maluku ini bukan hanya sekedar balai pertemuan biasa, pembangunannya berlandaskan prinsip, simbol, dan kepercayaan penduduk pada masa tersebut.

           
         
Sedangkan secara fungsinya, kondisi rumah adat Baileo yang tidak memiliki sekat luar memudahkan binatang liar untuk memasuki dan merusak bagian dalam rumah adat sehingga dengan dibuat lebih tinggi dapat meminimalisir masuknya binatang.
Rumah adat Baileo tidak memiliki sekat luar dan jendela karena menurut kepercayaan masyarakat sekitar, jika ada sekat luar atau dinding dan jendela dapat menutup jalan masuk dan keluar bagi roh leluhur pada saat berlangsungnya proses musyawarah.
Rumah adat Baileo mempunyai simbol yang menjadi salah satu ciri khasnya yaitu adanya Batu Pamali dan Bilik Pamali tepat di bagian depan pintu utama rumah adat Baileo. Secara fungsional, Batu pamali diletakkan sebagai petunjuk bagi penduduk bahwa rumah tersebut adalah balai adat. Selain itu juga, Batu Pamali digunakan sebagai wadah untuk menaruh sesaji dan persembahan pada roh leluhur. Sedangkan, Bilik Pamali digunakan sebagai tempat menaruh dan menyimpan benda–benda keramat penduduk setempat terutama yang digunakan pada upacara adat.

2.3 Baju Cele
Pakaian adat Maluku yang dikenal dengan nama Baju Cele atau Kain Salele adalah pakaian adat dengan nilai estetis dan filosofis tinggi. Baju Cele berwarna merah terang dengan motif garis – garis emas atau perak yang geometris. Untuk wanita, baju Cele umumnya dipadukan dengan kain sarung tenun atau kebaya dengan warna yang sama. Sementara bagi pria baju Cele dibentuk menyerupai jas dan dikenakan bersama kemeja sebagai dalaman dan celana panjang berwarna hitam atau putih sebagai bawahannya. Adapun untuk alas kaki,baik pria maupun wanita umumnya memakai sepatu vantovel warna hitam. Khusus untuk penggunaan baju Cele pada wanita, beberapa aksesoris biasanya akan diterapkan sebagai penghias dan penambah kecantikan. Beberapa aksesoris pakaian adat Maluku antara lain :
      1.      Konde
Dalam bahasa Maluku konde ini dikenal dengan nama “Haspel”. Konde yang digunakan wanita sebagai pelengkap pakaian adat Maluku sebetulnya tidak berbeda dengan konde pada umumnya. Hanya saja, warna yang khusus digunakan adalah konde berwarna emas atau perak.

2.      Kak Kuping
Konde umumnya dipadukan dengan 4 buah kak kuping yang bentuknya seperti kembang. Sisir konde. Sisir konde diletakan di tengah konde berfungsi untuk menjaga konde agar tetap rapi.
3.      Bunga Ron
Aksesoris dari bahan gabus atau papeceda ini dilingkar pada konde.
4.      Kain Lenso
Kain lenso adalah kain sapu tangan yang diletakkan dan direkatkan di pundak menggunakan temiti. Disebutkan bahwa penggunaan kain lenso pada pakaian adat Maluku terjadi akibat pengaruh budaya dari Belanda.



           






            Biasanya masyarakat adat Maluku hanya menggunakan pakaian adatnya pada saat upacara – upacara adat. Seperti Upacara Panas Pela, Upacara Cuci Negeri, atau Pelatikan Raja. Akan tetapi, pada saat ini baju cele juga telah sering digunakan sebagai pakain resmi dalam upacara pernikahan atau saat beribadah ke gereja.



2.4 Tradisi Suku Ambon
Sebagian besar penduduk Indonesia masih percaya dan menjunjung tinggi tradisi nenek moyang yang bernuansa mitologi legendaris dan sekaligus magis. Hamper seluruh suku dan daerah di Indonesia bahkan memiliki tradisi magis masing – masing dengan cerita dan mitos dibaliknya. Setiap tradisi memiliki fungsi dan manfaatnya dimana salah satunya menguatkan ikatan masyarakat. Di Ambon misalnya, Suku Ambon memiliki banyak tradisi unik yang diselingi sifat religi. Antara lain :

1.    Ritual Pukul Menyapu.
Ritual ini merupakan pertunjukan yang dilakukan setiap 7 Syawal pada kalender Hijriah di Desa Mamala dan Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Ritual ini dilakukan oleh pemuda – pemuda yang memiliki fisik kuat, biasanya peserta berasal dari kedua desa tersebut. Bukan berarti pemuda dari desa lain tidak diperbolehkan mengikuti ritual ini. Bahkan, walaupun Ritual ini adalah tradisi umat islam di Maluku, umat beragama lain juga terutama yang masih memiliki ikatan kekerabatan juga bisa ikut terlibat.
Upacara ini diawali dengan berbagai kegiatan, seperti hadrat (rebana), karnaval budaya, pameran dan festival, balap perahu, penampilan band lokal,hingga penampilan artis ibukota keturunan Maluku. Setelah menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian, para peserta dikumpulkan di suatu tempat untuk mendapatkan do’a dari para tetua adat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar prosesi upacara berjalan dengan lancer dan seluruh peserta diberi keselamatan oleh Allah SWT.








Di Desa Mamala, upacara Pukul Sapu diawali dengan mencambukkan lidi enau ke tubuh peserta upacara oleh pejabat daerah setempat. Sedangkan di Desa Morela, pembukaan upacara ditandai dengan penyulutan obor Kapitan Telukabessy oleh pejabat atau pemuka masyarakat setempat.
Dalam upacara ini, setiap peserta akan mencambuk peserta lain yang ada di hadapannya secara bergantian dengan menggunakan lidi dari pohon enau yang memiliki diameter 1,52 meter. Setelah ritual selesai, penonton akan mengambil lidi – lidi enau tersebut. Para penduduk percaya bahwa barang tersebut membawa keberuntungan bagi yang membawanya.

2.    Ritual Cuci Parigi
Ritual ini hanya digelar satu kali dalam lima tahun (terkadang sesuai kepentingan adat). Ritual ini biasanya dilaksanakan antara bulan Agustus sampai November dengan rangkaian ritual utamanya adalah membersihkan dua sumur kembar berusia ratusan tahun yang berlokasi di Desa Lonthoir, Banda Neira, Maluku. Desa Lonthoir sendiri merupakan desa tertua di Kepulauan Banda. Sumur kembar ini terletak di atas bukit kira – kira 300 meter di atas permukaan laut dan memiliki kedalaman sekitar 4 meter. Selain itu, sumur tersebut tidak kering saat musim kemarau.
Dua sumur yang berdamingan ini salah satunya dikeramatkan dan yang lainnya berfungsi layaknya sumur biasa. Sumur yang dianggap keramat karena dahulu menjadi saksi pembantaian warga Kepulauan Banda oleh penjajah Belanda. Bagi masyarakat asli Kepulauan Banda, Cuci Parigi merupakan trasisi penting dan besar sehingga banyak dari mereka memilih pulang dari perantauan hanya untuk mengikuti rangkaian tradisi tersebut.
Cuci Parigi yang juga dikenal sebagai Rofaewar merupakan tradisi bernuansa magis namun memiliki nilai budaya yang patut dilestarikan.
Ritualnya dimulai dengan mengajak seluruh pengunjung yang datang untuk menuju Sumur Kembar. Kemudian mereka akan memotong sebuah kain yang diberi nama Kain Gajah dengan panjan 100 meter dan lebar 1 meter. Berikutnya, mereka akan memasukkan kain tersebut kedalam sumur dengan tujuan untuk mengeringkan sumur. Memang terdengar aneh dan tidak mungkin. Namun iniah letak keajaiban dan kemagisan ritual Cuci Parigi dan hanya pemuka agama yang mengetahui bagaimana Kain Gajah sakti tersebut bisa mengeringkan air sumur. Setelah sumur dianggap sudah kering dan mata air sumur itu sudah tdak mengalir lagi, Kain Gajah akan ditarik keluar diiringi lagu – lagu daerah khas Banda. Kemudian, setelah ditarik maka kain tersebut akan dipotong oleh para gadis desa yang kemudian diarak menuju pantai.


PENUTUP


Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai Makalah Suku Ambon, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang kami peroleh. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas dan dimengerti. Sehubungan dengan makalah ini penulis banyak berharap kepada para pembaca untuk kiranya memberi kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya para pembaca Aamiin.








                                                                                                                                                                        Penulis



DAFTAR PUSTAKA

http://amboangka.mywapblog.com/contoh -kata-penutup-makalah-yang-baik-dan-benar.html