29 November 2022

Makalah Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

 

PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU

Makalah Ini Disusun

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

PENDIDIKAN PANCASILA

Dosen Pengampu

Nur Hidayat, S.Pd., M.Pd.

 

Disusun Oleh :

Andika Aryanti

Alif Amilatul Anifah

Cahyani Rahmatika

Diah Ayu Astiti R

Henni Marlina A

Wardatul Anifah

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

 BINA INSAN MANDIRI

SURABAYA

2016-2017

KATA PENGANTAR

 

 

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU” tepat pada waktunya, makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Pancasila.

Makalah  disusun berdasarkan hasil diskusi yang diharapkan berguna untuk ntuk menambah pengetahuan tentang Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.

Segala petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang penulis terima dalam menyusun makalah ini sangatlah besar artinya. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

       Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya Makalah ini.      

Demikian harapan kami semoga hasil diskusi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan yang baru pula.

 

 

 

 

 

 

 

Penyusun

 

 

 

 


 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Fakta yang kita  saksikan saat ini ilmu-ilmu empirismendapatkan tempatnya yang sentral dalam kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya dapat memenuhi kebutuhan praktis hidup manusia. Ilmu-ilmu empiris tersebut tumbuh dan berkembang dengan cepat melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidak diimbangi kesiapan mentalitas sebagai masyarakat, khususnya di Indonesia.

Teknologi telah merambah berbagai bidang  kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir dan budaya manusia, bahkan nyaris menggoyahkan eksistensi kodrati manusia sendiri (Iriyanto,2005). Misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan yang serba teknologis seperti playstation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat hakikat kodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat  permainan tersebut secara sendirian.mereka tdak sadar dengan kehidupan yang termanipulasi teknologi sehingga menjadi manusia individualis. Masih terdapat banyak persoalan akibat teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyata manfaat teknologi tidak dapat dipungkiri.

Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemahaman pemahaman yang komprehensif perlu dikaji aspek kesejarahan dan aspek-aspek lainnya terkait dengan ilmu dan teknologi. Dari sini, problematika keilmuan dapat segera di antisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar ini harus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai pancasila.


 

 

B.  Rumusan Masalah

1.    Apa itu ilmu dalam pandangan  sejarah?

2.    Apa saja aspek penting dalam ilmu pengetahuan?

3.    Apa saja pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan?

4.    Apa saja prinsip-prinsip berpikir ilmiah?

5.    Apa saja masalah nilai dalam IPTEK?

6.    Apa itu pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi?

C.  Tujuan

1.    Mengetahui tentang ilmu dalam pandangan sejarah.

2.    Mengetahui tentang apa saja aspek penting dalam ilmu pengetahuan.

3.    Mengetahui tentang pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan.

4.    Mengetahui tentang prinsip-prinsip berpikir ilmiah.

5.    Mengetahui tentang apa saja masalah nilai dalam IPTEK.

6. Mengetahui tentang pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  Ilmu Dalam Pandangan Sejarah

Masa Yunani Kuno (abad ke-26 SM-6 M) saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu pengetahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis alam dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana  pun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan abadi, di balik yang bineka, berubah dan sementara (T.Yacob, 1993).

Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat Yunani kuno menjadi ajaran praksis,bahkan mistis, yaitu sebagai mana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan romawi yang mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus mengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besar yang berpengaruh saat itu, yaitu Augustinus dan Thomas Aquinas, pemikiran mereka memberi ciri khas pada Filsafat abad tengah. Bersamaan dengan itu kehadiran para filsuf Arab tidak kalah penting, seperti: Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Gazali, yang telah menyebarkan filsafat Aristoteles dengan membawanya ke Cordova (Spanyol) untuk kemudian diwarisi oleh dunia barat oleh kaum Patristik dan kaum Skolastik. Wells dalam karyanya The Outline of History (1951) mengatakan, “jika orang Yunani adalah Bapak metode ilmiah, maka orang muslim adalah Bapak angkatnya”.

Muncullah Abad Modern (abad ke-18-19 M) dengan dipelopori oleh gerakan Renaissance di abad ke-15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18,melalui langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki tahap baru dan modern. Kepeloporan revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak Renaissance dan Aufklaerung seperti:  Copernicus, Galileo Galilei, Kepler, Descartes, dan Immanuel Kant, dalam memberikan implikasi yang amat luas dan mendalam. Agama yang semula menguasao dan manunggal dengan filsafat. Masing-masing berdiri segera ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing berdiri mandiri dan berkembang menurut dasar dan arah pemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985).

Ilmu pengetahuan dan teknologi kini telah menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power) yang dibutuhkan dalam hubungan antarsesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif tersebut, iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif. Fenomena perubahan tersebut tercermin dalam masyarakat kita yang saat ini sedang mengalami masa transisi simultan, yaitu:

1.  Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat dengan budaya industri modern.

2.   Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan.

3.   Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menuju budaya global mondial.

B.  Aspek Penting Dalam Ilmu Pengetahuan

Ada dua aspek penting dalam ilmu pengetahuan, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.

1. Aspek fenomenal menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan mewujud/memanifestasikan dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk.sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut paradigma Merton disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi, seminar, kongres. Sedangkan sebagai produk, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi, yaitu berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi yang kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.

2.  Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat unsur-unsur sebagai beikut.

a.    Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui (Gegenstand).

b.  Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa mengenal titik henti.suatu paradox bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yang mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.

c.    Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus-menerus dipertanyakan.

d. Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem (Koento Wibisono, 1985).

Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasioanal, antroposentris, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbar akademis).

Dampak yang ditimbulkan adalah dampak positif dan negatif. Dampak positif dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan (progress, improvement) dengan teknologi yang telah dikembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi upaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secara fisik-material.

Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah dalam menjauhi nilai-nilai agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.

Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia saat ini, yang pada akhirnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat merubah kebudayaan manusia secara intensif.

C.  Pilar-pilar Penyangga Bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar-pilar tesebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1.    Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

a. Aspek kuantitas : apakah yang ada itu tunggal, dual, atau plural (monisme, dualisme, pluralisme)

b. Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalisme, dan organisme)

Pengalaman ontologis dapat membantu dalam pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu. Missal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa adakenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.

2.    Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, proses, sarana, dan dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita :

a.    Sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu.

b.    Memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu.

c.    Mengembangkan keterampilan proses.

d.   Mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3.    Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religious) dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang professional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009)

Landasan pengembangan ilmu secara imperative mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integrative dan prerequisite. Berikut ilustrasinya

 




D.  Prinsip-prinsip Berpikir Ilmiah

1.  Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif (misal : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).

2. Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.

3. Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/konissten, implikatif. Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.

4. Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap berfikir dan bertindak (misal : induktif, dekutuf, sintesis, hermeneutik, intuitif).

5. Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

 

E.  Masalah Nilai Dalam IPTEK

1.    Keserbamajemukan ilmu pengetahuan dan persoalannya.

Salah satu kesuliatan terbesar yang dihadapi manusia saat ini adalah keserbamajemukan ilmu. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu yang lebih menunjukkan keekaannya, ilmu pengetahuan yang sekarang lebih menunjukkan kebinekaannya.

Secara metodis dan sistematis menusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahami hubungan antara gejala-gejala yang satu dengan yang lainsehingga bisa ditentukan adanya keanekaan di dalam kebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmu pengetahuan berkembang kea rah keserbamajemukan ilmu.

2.    Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan.

3.    Beberapa pokok nilai yang perlu dipertahankan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan secara konkrit, unsur-unsur mana yang boleh dilanggar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat agar masyarakat itu tetap manusiawi.

a.  Rumusan hak asasi merupakan sarana hukum untuk menjamin penhormatan terhadap manusia.

b.   Keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.

c. Soal lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhak menguras/mengeksploitasi sumber-sumber alam dan manusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibatnya pada seluruh masyarakat.

d.   Nilai manusia sebagai pribadi. Dalam dunia yang dikuasai teknik, harga manusia dinilai dari tempatnya sebagai salah satu instrument sistem administrasi kantor tertentu. Akibatnya manusia dinilai bukan sebagai pribadi tapi lebih dari sudut kegunannya atau hanya dilihat sejauh ada manfaat praktisnya bagi suatu sistem.

F.   Pancasila Sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi.

Dalam mempertimbangkan strategi secara imperative kita meletakkan pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun kultural.

Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.

1.  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan.

3.   Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem.

4. Sila Kerakyatan Yand Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/perwakilan: eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia: menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antrara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semua, individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.


 

BAB III

PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Ilmu pengetahuan dan teknologi kini telah menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power) yang dibutuhkan dalam hubungan antarsesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif tersebut, iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif.

Oleh karena itu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai pancasila. Sebaliknya pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu  hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.

B.  Saran

Kita sebagai rakyat Indonesia harus berpegang teguh pada sila-sila pancasila.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dirjen Dikti Kemendikbud RI. Materi ajar mata kuliah pancasila. 2013